Penulis : Zulkarnain

LASUSUA TRENNEWS.ID – Eforia Pemilihan Anggota Legislatif (DPRD) dan Pemilahan Presiden (pilpres) memang menjadi trending topik di hampir semua diskusi baik itu di warung kopi, tempat umum lainnya, termasuk juga di media sosial di Kabupaten Kolaka Utara.

Namun bukan itu saja, di Kabupaten Kolaka Utara, ketika bertemu dengan para penggiat tanah merah (istilah penambang nikel). Banyak hal yang di diskusikan disini mulai dari hasil yang menggiurkan sampai yang tidak mengenakkan. Bumi Patampanua ini ada 2 jenis istilah penambangan nikel yaitu penambangan resmi (IUP OP disertai RKAB) dan penambangan ilegal (koordinasi). Entah koordinasinya kemana.

Salah satu penggiat lingkungan di Kabupaten Kolaka Utara, Drs.H.Bustam, AS, M.Si,MM mengungkapkan, penambangan di Kolaka Utara baik penambangan resmi maupun penambang Illegal, tidak ada satupun penambangan yang memenuhi standar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Tidak ada penambang satupun memperdulikan kerusakan lingkungan yang begitu parah di setiap lokasi penambangan. Anehnya tidak ada satupun Institusi termasuk Penegak Hukum, Pemerintah Daerah dan lembaga terkait yang mau peduli,”Kata Bustam. Rabu (3/1/2024)

Ia melihat semua membackup (melindungi ) penambang tersebut dengan dalih koordinasi.

“buktinya semua memakai aparat sebagai pengamanan, DPRD diharap sebagai Wakil Rakyat juga tidak berfungsi,”terang Bustam.

CSR yang biasa digunakan sebagai sumber rehabilitasi lahan kata Bustam, juga tidak jelas adanya. Kemudian pengusaha Lokal sepertinya hanya sebagai pelengkap penambah rusaknya lingkungan tanpa memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

“masyarakat lokal yg digunakan oleh penambang hanya sebagai tameng untuk memperlancar aksi-aksi para penambang untuk menghindari keributan masyarakat, karena prinsip para pelindung penambangan yang penting jangan ada ribut. Penambang Illegal di Kolaka Utara semuanya di lindungi aparat tertentu,”bebernya.